Minggu, 05 Januari 2020

Toleransi Terhadap Keberagaman

Manusia dikodratkan  sebagai makhluk yang monodualis, yang artinya disamping sebagai makhluk individu (pribadi) sekaligus juga sebagai mahkluk sosial. Sebagai makhluk individu artinya bahwa manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang terdiri jiwa dan raga serta dilengkapi potensi atau kemampuan (akal,pikiran dan perasaan) yang berbeda-beda antara manusia dengan yang lain. Sebagai makhluk sosial sebagaimana diungkapkan oleh Aristoteles bahwa manusia merupakan makhluk “Zoon Politicon” yang artinya manusia merupakan makhluk yang pada dasarnya selalu ingin berkumpul dengan sesama manusia lainnya. Sebagai makhluk sosial, manusia dihadapkan pada realitas sosial yang sangat kompleks, terutama menyangkut usaha pemenuhan kebutuhan dan kelangsungan hidup. Manusia sering juga disebut sebagai makhluk Homo Homini Socius yang artinya manusia disebut sebagai makhluk sosial karena sifatnya yang suka bergaul satu dengan yang lain atau makhluk yang suka bermasyarakat.

Ghozali Mengatakan bahwa manusia disebut sebagai makhluk social disebabkan karena beberapa faktor.
  1. Kebutuhan akan keturunan demi kelangsungan hidup umat manusia, hal ini hanya mungkin melalui pergaulan laki – laki dan perempuan serta keluarga.
  2. Saling membutuhkan dalam penyediaan bahan makanan, pakaian dan pendidikan anak.
Pendapat yang sama juga siungkapkan oleh Al Farabi dan Ibnu Robi bahwa manusia makhluk yang mempunyai kecenderungan alami untuk bermasyarakat karena tidak mampu memenuhi segala kebutuhannya sendiri tanpa bantuan dan kerjasama dengan yang lain.
Disamping uraian di atas hakekat manusia Indonesia pada umumnya adalah :
  1. Manusia adalah makhluk yang sanggup menumbuhkan dalam dirinya sifat-sifat luhur sebagaimana diperintahkan Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Manusia mempunyai sifat nisbi dan fitrahnya sendiri.
  3. Manusia Indonesia memiliki sifat dan hakekat manusia universal.
  4. Manusia adalah makhluk yang mempunyai dorongan, religious, kultur, sosial dan biologis
Perlu kita sadari juga bahwa semua manusia pada dasarnya sama. Adalah sebuah kesalahan apabila kita membeda-bedakan perlakuan terhadap manusia yang lain karena warna kulit atau bentuk fisik lainnya. Ingat! Tuhan menciptakan manusia berbeda dan beragam dimana kesemuanya itu adalah anugerah yang harus kita syukuri.

Agar keberagaman bangsa Indonesia juga menjadi sebuah kekuatan, kita bangun keberagaman bangsa Indonesia dengan dilandasi persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan. Persatuan dan kesatuan di sebuah negara yang beragam seperti Indonesia ini dapat diciptakan salah satunya dengan perilaku masyarakat yang menghormati keberagaman bangsa dalam wujud perilaku toleran terhadap keberagaman tersebut.

Sikap toleransi berarti menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang berpendapat lain, dan berhati lapang terhadap orang-orang yang memiliki pendapat berbeda. Toleransi sejati didasarkan sikap hormat terhadap martabat manusia, hati nurani, dan keyakinan, serta keikhlasan sesama apa pun agama, suku, golongan, ideologi atau pandangannya.

Perilaku Toleran dalam Kehidupan Beragama
Semua orang di Indonesia tentu menyakini salah satu agama atau kepercayaan yang ada di Indonesia. Pemerintah Indonesia mengakui enam agama yang ada di Indonesia. Agama tersebut adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu.

Negara menjamin warga negaranya untuk menganut dan mengamalkan ajaran agamanya masing-masing. Jaminan negara terhadap warga negara untuk memeluk dan beribadah diatur dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat (2). Bunyi lengkap Pasal 29 ayat (2) adalah “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.

Dalam kehidupan berbangsa, seperti kita ketahui keberagaman dalam agama itu benar-benar terjadi. Agama tidak mengajarkan untuk memaksakan keyakinan kita kepada orang lain. Oleh karena itu, bentuk perilaku kehidupan dalam keberagaman agama di antaranya diwujudkan dalam bentuk:
  1. menghormati agama yang diyakini oleh orang lain;
  2. tidak memaksakan keyakinan agama kita kepada orang yang berbeda agama;
  3. bersikap toleran terhadap keyakinan dan ibadah yang dilaksanakan oleh yang memiliki keyakinan dan agama yang berbeda
  4. melaksanakan ajaran agama dengan baik; serta
  5. tidak memandang rendah dan tidak menyalahkan agama yang berbeda dan dianut oleh orang lain.
Perilaku baik dalam kehidupan beragama tersebut sebaiknya kita laksanakan, baik di keluarga, sekolah, masyarakat maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Perilaku Toleran terhadap Keberagaman Suku dan Ras di Indonesia
Perbedaan suku dan ras antara manusia yang satu dengan manusia yang lain hendaknya tidak menjadi kendala dalam membangun persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia maupun dalam pergaulan dunia. Kita harus menghormati harkat dan martabat manusia yang lain. Oleh karena itu marilah kita mengembangkan semangat persaudaraan dengan sesama manusia dengan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan.

Perbedaan kita dengan orang lain tidak berarti bahwa orang lain lebih baik dari kita atau sebaliknya, kita lebih baik dari orang lain. Baik dan buruknya penilaian orang lain kepada kita bukan karena warna, rupa, dan bentuk, melainkan karena baik dan buruknya kita dalam berperilaku. Oleh karena itu, sebaiknya kita berperilaku baik kepada semua orang tanpa memandang berbagai perbedaan tersebut.

a. Perilaku Toleran terhadap Keberagaman Sosial Budaya

Kehidupan sosial dan keberagaman kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia tentu menjadi kekayaan bangsa Indonesia. Kita tentu harus bersemangat untuk memelihara dan menjaga kebudayaan bangsa Indonesia. Siapa lagi yang akan mempertahankan budaya bangsa jika bukan kita sendiri. Bagi seorang pelajar perilaku dan semangat kebangsaan dalam mempertahankan keberagaman budaya bangsa di antaranya dapat dilaksanakan dengan:
  1. mengetahui keanekaragaman budaya yang dimiliki bangsa Indonesia.
  2. mempelajari dan menguasai salah satu seni budaya sesuai dengan minat dan kesenangannya;
  3. merasa bangga terhadap budaya bangsa sendiri; dan
  4. menyaring budaya asing yang masuk ke dalam bangsa Indonesia.
b. Kesadaran Gender

Tuhan menciptakan manusia dalam dua jenis, yaitu laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan pada dasarnya sama. Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan itulah yang dinamakan dengan jenis kelamin. Jadi, jenis kelamin merujuk pada hubungan antara laki-laki dan perempuan, anak laki-laki dan anak perempuan, dan bagaimana hubungan tersebut dilihat berdasarkan sifat kodrat.

Pengertian gender tidak didasarkan pada sifat kodrat manusia. Gender adalah konsep hubungan sosial yang membedakan kedudukan, fungsi, dan peran antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Gender dibentuk dan berkembang seiring dengan budaya masyarakat. Gender bukan bawaan sejak lahir.

Berkaitan dengan masalah gender dan sekaligus sebagai penutup, bahwa tiap-tiap masyarakat memiliki perkembangan budayanya sendiri, demikian pula dalam perkembangan budaya bangsa Indonesia. Pemahaman gender di Indonesia tentulah akan sejalan dengan perkembangan budaya bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pemahaman dan kesadaran gender bersifat dinamis dan dapat berbeda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Kesadaran gender bararti meletakan kedudukan, fungsi, dan peran antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat secara sejajar. Misalnya dalam keluarga, maka setiap anggota keluarga bertanggung jawab atas kebersihan dan kerapian rumah tempat tinggalnya. Anak laki-laki atau anak perempuan, keduanya bisa menjaga kebersihan dan kerapian rumah tempat tinggalnya. Di sekolah, laki-laki atau perempuan sama-sama dapat menjadi guru. Dalam masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan dapat mengambil peran yang berguna bagi sesama manusia lainnya.