Sebagian besar dari kita, masyarakat Indonesia mungkin lebih familiar dengan wayang kulit dari pada Wayang Beber. Namun faktanya, wayang Beber adalah wayang yang tertua di Indonesia, dan wayang kulit merupakan hasil modifikasi dari wayang Beber ini. Wayang Beber muncul dan berkembang di Jawa pada masa pra Islam dan masih berkembang di daerah daerah tertentu di Pulau Jawa.
Bentuk Wayang Beber
Berbeda dengan wayang kulit yang menggambarkan satu tokoh dengan satu gambar wayang, di wayang beber, sebuah gulungan kain atau kertas wayang menggambarkan satu adegan yang sedang berlangsung oleh beberapa tokoh.
Berikut adalah beberapa contoh wayang beber :
Cara Memainkan Wayang Beber
Sahabat perlu tahu, nih, menurut bahasa Jawa, kata beber berasal dari kata ambeber atau njlentrehke yang berarti dibentangkan atau membentangkan. Wayang ini memang sangat khas karena saat pertunjukan, sang dalang akan membentangkan gulungan kain atau kertas berilustrasikan lakon cerita pewayangan. Kain atau kertas biasanya memiliki lebar 50 cm hingga 70 cm dengan panjang 360 cm sampai 400 cm.
Dalam satu gulungan, biasanya akan ada empat adegan. Untuk mementaskan 1 lakon cerita, dibutuhkan empat sampai lima gulungan. Pertunjukan akan diiringi musik gamelan yang terdiri dari rebab, kendang, gong, kenong, kempul raras lima, dan kethuk raras jangga. Untuk versi kontemporer akan diiringi dengan keyboard.
Pada masa Majapahit, wayang beber digunakan sebagai sarana untuk upacara menolak bala atau Ruwatan. Kemudian, berkembang menjadi pertunjukan di luar ritual yang masih menyampaikan tentang kebenaran nilai tradisional. Pada masa berjayanya kerajaan Islam, wayang digunakan sebagai media dakwah untuk memperkenalkan ajaran Islam kepada masyarakat.
Pementasan wayang secara tradisi harus dilakukan oleh dalang pria yang merupakan keturunan dari dalang-dalang sebelumnya. Jika sang dalang nggak memiliki anak laki-laki maka bisa diwariskan pada kemenakan laki-lakinya.
Kisah umumnya menceritakan tentang kepahlawanan dan cinta antara Panji Asmarabangun dengan Dewi Sekartaji. Tradisi ini cukup menyulitkan sehingga Dani Iswardana menggagas wayang kontemporer yang menceritakan tentang kritik sosial di masa sekarang.
Sejarah Wayang Beber
Wayang beber melewati masa demi masa. Dari masa kerajaan sampai kemerdekaan. Berikut perkembangan melalui urutan tahun masehi:
1223 M: Pada zaman Kerajaan Jenggala, wayang beber merupakan gambar-gambar pada daun siwalan atau lontar.
1244 M: Wayang Beber mulai digambar di atas kertas yang terbuat dari kayu dengan penambahan berbagai ornamen. Ini bertepatan dengan pemindahan keraton Kerajaan Jenggala ke Pajajaran.
Kertas tersebut dinamakan dlancang gedog dengan warna kekuningan. Pada masa ini, wayang beber masih disebut wayang purwa dengan pewarnaan hitam dan putih.
1316 M: Pada Zaman Kerajaan Majapahit dipimpin oleh Jaka Susuruh, kertas wayang mulai dipasangi tongkat kayu pada setiap ujungnya. Tongkat ini mempermudah penggulungan dan penyimpanan. Lebih nyaman untuk dipegang, dibuka, dan dipajang ketika pementasan. Pada masa ini, nama wayang beber mulai digunakan.
Wayang Beber Kontemporer
Seiring waktu, perkembangan zaman menuntut wayang beber untuk turut menyesuaikan. Kemudian, muncul wayang beber kontemporer. Bentuk karakter wayang berubah dan semakin bervariasi. Cerita wayang juga mengalami perubahan. Wayang klasik baisa menyajikan cerita Mahabharata dan Ramayana. Sekarang wayang kontemporer lebih menonjolkan cerita tentang kehidupan masyarakat saat ini.
Dalam pertunjukanya wayang kontemporer berperan penting dalam menanggapi dan mengkritisi kondisi masyarakat saat ini dalam bidang politik, pemerintahan, ekonomi, pembangunan dan sosial budaya.
Sebut saja Dani Iswardana, pencetus wayang beber kontemporer pada 2005. Pementasan pertama kalinya diselenggarakan di Balai Soedjatmoko, Solo. Wayang beber gagasan Dani lebih mengarah kepada cerita dengan muatan kritik sosial.
Berbeda lagi dengan wayang beber kontemporer yang dilestarikan oleh komunitas Wayang Beber Metropolitan, Jakarta. Lakon yang dibawakan merupakan kisah kehidupan di Jakarta lengkap dengan isu-isu perkotaan dan solusi yang diwacanakan.
Wayang Beber Metropolitan bukan wayang yang bisa berdiri sendiri dengan tema dan bentuk yang sudah ada. Namun, terbentuk dari berbagai unsur seni dan unsur pementasan. Mereka juga menggunakan berbagai fenomena yang ada pada masyarakat modern untuk menentukan bentuk wayang yang akan ditampilkan dalam sebuah pertunjukan.
Bentuk Wayang Beber Metropolitan secara fisik banyak berubah bentuk dari tradisi. Meski banyak perubahan, ciri khas wayang beber masih terlihat jelas. Yakni, adanya gambar yang berisi cerita wayang dan berbentuk gulungan gambar.
Begitu juga dalam pertunjukan, gulungan gambar tersebut dipasangkan pada tongkat seligi. Gulungan itu ditancapkan pada kotak ampok. Bila akan diceritakan, gulungan gambar diperlihatkan dan diputar sesuai dengan gambar yang akan diceritakan.
Teknik pewarnaan masih menggunakan teknik sungging yang merupakan teknik baku dalam pembuatan wayang beber klasik. Berbagai karakter atau tokoh-tokoh dalam ramadhan dibuat dengan mewujudkan sosok yang bahkan belum ada klasik.